Total Tayangan Halaman

Selasa, 08 Juli 2014

Jika media dimiliki elit partai

Jika media dimiliki elit partai, tidak ada lagi netralitas
Berita dibuat demi kepentingan kelompok tugas
Bukan menjadikan masyarakat cerdas
Melainkan sesuai permintaan kalangan terbatas

Jika media dimiliki elit partai, pembenaran terus dilakukan
Tuduhan fitnah, saling caci, black campaign, terus dilontarkan
Demi apa?
Lagi-lagi demi kepentingan perseorangan

Jika media dimiliki elit partai, yang seharusnya diberitakan,
Malah luput, terlupakan, dan diabaikan
Yang berhubungan dengan kepentingan, selalu diprioritaskan
Berita yang sebenarnya tak begitu penting, malah dibesar-besarkan

Jika media dimiliki elit partai, jika sudah bersinggungan dengan kepentingan,dua jam tiga jam tayangan yang menyudutkan pihak lawan tak jadi persoalan,semua upaya dilakukan untuk memenangkan simpati rakyat, sehingga jalan mulus ke tujuan bisa segera di dapat

Jika media dimiliki elit partai, kepentingan rakyat bukan lagi soal, elektabilitas dan hasil survey dibuat guna mengibuli rakyat,  segala bentuk pencitraan dibuat untuk meningkatkan popularitas. Tapi tenang, masyarakat sudah mulai kebal, tak akan terpengaruh dengan isi pemberitaan

Jika media dimiliki elit partai, dinding pembatas sudah hilang
Tak jelas lagi mana yang fakta realita mana yang isupan jempol belaka. Duhai pemilik media yang juga elit partai, tahukah anda siapa yang diuntungkan dengan keadaan ini? 
Tidak lain dan tidak bukan adalah para komentator, yang anda bayar untuk membenarkan pendapat anda, seolah-olah dengan begitu pendapat publik dapat terbentuk sesuai dengan yang anda harapkan.

Tapi sayangnya tidak bung, rakyat sudah semakin pintar, semakin kritis. Sudah bisa membedakan yang haq dan yang bathil
Tak akan mempan segala yang pemberitaan yang diragukan keshahihannya terus engkau tayangkan.

Sudahlah bung, tak perlu mengatakan ini kecurangan, ini karena main tangan. Terima dan hormati saja hasil pilihan rakyat.

Inilah akibatnya jika media dimiliki elit partai
Batas antara berita yang benar dan yang tidak benar menjadi semakin tak ternilai

Pesta 5 Tahun-an

Besok, rakyat Indonesia kembali merayakan ‘pesta rakyat’, pesta demokrasi 5 tahunan, pemilihan presiden. Akankah kita ikut merasakan euforia ini?. 

Beda dengan pilpres tahun-tahun sebelumnya, pilpres kali ini hanya diikuti oleh dua pasang capres-cawapres. Bukan hal yang mudah untuk memantapkan pilihan, karena kedua pasangan ini merupakan putra terbaik bangsa yang sama-sama berkemauan mengabdi pada negeri. Namun, kita tetap harus memilih, dalam hidup ini kita memang selalu dihadapkan pada beberapa pilihan bahkan beberapa diantaranya merupakan pilihan yang sangat sulit. Tidak memilih apapun sebenarnya juga merupakan jawaban dari pilihan, tapi itu jawaban yang sangat mudah, yang tidak mengandung resiko sama sekali. Menurut saya, tidak memilih diantara beberapa pilihan itu merupakan sikap orang penakut dan pecundang. Lebih memilih untuk diam, bermain aman. Padahal, kedewasaan kita akan terlihat jika berani memilih dari beberapa pilihan yang berat. Seperti kata Mario Teguh, orang yang diam memang tidak akan tersandung dan terjatuh, tapi pasti tertinggal.

Bisa dibayangkan jika setengah dari jumlah pemilih Indonesia tahun 2014 (190 juta, sumber: liputan6.com) tidak menggunakan haknya, apa yang telah mereka lakukan? Ya, mereka memang tidak melakukan apa-apa. Tapi, apa akibat dari tindakan tidak melakukan apa-apa itu? Sangat besar, kita bisa jadi menempatkan orang yang salah dan orang yang seharusnya layak (karena kompetensinya) menjadi tidak terpilih karena kekurangan suara. Dan lucunya, yang banyak golput (tidak memilih) itu malah pemuda (berdasarkan hasil polling di salah satu televisi swasta menunjukkan bahwa sebanyak 37% dari masyarakat berusia dibawah 30 tahun bersikap apatis terhadap politik). Pemuda yang demo menuntut segala perubahan itu malah tidak memilih dengan dalih “percuma, nggak bakalan ngaruh. Nggak ngerubah apa-apa”. Kita demo menuntut perubahan, tapi untuk membuat perubahan itu sendiri kita tidak mau. Artinya, kita cuma berani di mulut tapi tidak mau memberikan aksi nyata dan hanya menitiberatkan “beban” perubahan pada pemerintah. Padahal sejarah selalu mencatat bahwa perubahan itu dibuat oleh pemuda. 

Untuk itu, mari kita menjadi pemilih yang bijaksana dengan memilih calon yang memang kompeten di bidangnya. Jangan dengan alasan tidak tahu dan tidak kenal calonnya, atau karena kita sudah termakan berita-berita yang diragukan kebenarannya, lantas kita memilih untuk tidak menggunakan hak yang hanya bisa ditunaikan sekali lima tahun. Itu bisa diakali dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai calon, dari berbagai media (jangan jadikan televisi sebagai satu-satunya sumber referensi, karena propaganda televisi itu sangat besar sebab para pemilik stasiun televisi kebanyakan elit partai. Jadi bisa saja berita yang ditampilkan tidak bersifat netral yang terkadang dibuat untuk menguntungkan partainya).

Tinggal hitungan jam, dan perubahan besar itu akan kita rasakan dampaknya selama 5 tahun. Mantapkan hati dan pikiran, datang ke TPS dan pilih salah satu pasangan capres-cawapres, ikuti prosedurnya yang telah ditetapkan KPU dengan baik, jika nampak kecurangan segera laporkan, karena satu suara sangat menentukan.

Jumat, 20 Juni 2014

Masih ingatkah kau?

Masih ingatkah kau?
Ini dimana?
Apa yang kita lakukan disini?
Yap, ini di jalan menuju Tapian Puti, air terjun indah yang membuat kita tergiur untuk segera mendatanginya. Berbekal racun-racun yang ditebarkan di mading kampus, tanpa informasi dan dana yang memadai kita putuskan untuk menjajaki tempat ini.
Bermodalkan tebengan pick up, kita menuju tempat ini. Atas informasi abang tukang buah, kita semangat menjelajahi. Jalan berlobang, berliku-liku, jalan tanah becek, hutan, jembatan reot, hutan, kita tempuh dengan jalan kaki.
Sampai akhirnya, tak tampak lagi adanya tanda-tanda air terjun kian mendekat, dengan sisa-sisa tenaga kita putuskan untuk pulang. Di perjalanan pulang, untuk membesarkan hati, kita ingat kalimat ini ‘it’s not about destiny, it’s about journey’.

Masih ingatkah kau wajah-wajah ini?
Wajah-wajah tampak lelah namun tak pernah pasrah
Demi janji dua ratus peserta dan mengembalikan modal jutaan rupiah?

Masih ingatkah kau saat ini?
Sepulang liqo’ kita sempatkan mengunjungi acara pedati.  
Mencari-cari stand yang diminati, sampai akhirnya kita menemukan yang ini
Tak mau kehilangan kesempatan, langsung kita sambar kamera di tangan dan berpoto bergantian
Tak ingin melewatkan kesempatan, kita bertanya-tanya kali saja ada buah tangan yang bisa dibawa pulang

Masih ingatkah kau kondisi ini?
Seperti biasa, kita berjalan dari pasar ke kosan demi menghemat uang makan
Ditengah hujan kita pakai plastik pelindung badan
berjanji poto tidak akan diedarkan, kecuali sebagai peringatan dan kenang- kenangan
tapi sayang, kau ingkar janji teman, kau duluan menyebarkan


  
Masih ingatkah kau acara ini?
Walau berada di satu tempat, kita punya dua acara yang berbeda
Saat kau tengah berdiskusi dengan penulis hebat dunia
Kami sibuk berpoto di cottage dan tanpa malu bolak balik mengambil makanan yang tersedia
Masih ingatkah kau dengan yang ini?
Pulang berburu buku murah, perut mulai keroncongan
Rumah teman menjadi harapan, untung ibunya punya stok makanan
Uang sepuluh ribu masih bisa disimpan

 
Masih ingatkah kau dengan yang ini?
Hari terakhir ujian semester pertama
Disaat kita masih rajin-rajinnya

Masih ingatkah kau dengan yang ini?
Menjelang maghrib kita keluar, demi janji pemandangan
Seperti melewati lorong waktu,
sebelah kanan pedesaan asri dengan rumah gadang dan persawahan
Sebelah kiri raungan dan asap motor kendaraan

Masih ingatkah kau dengan yang ini?
Aku kehabisan kata untuk mengungkapkan

Masih ingatkah kau dengan yang ini?
Nebeng mobil pick up ke rumah Si Depi

Masih ingatkah kau dengan yang ini?
Baru kusadari, kita pernah juga pernah mengidap alay

  
Masih ingatkah kau dengan yang ini?
Pakaian mahal
Langsung kita abadikan momen di segala hal 

 
Masih ingatkah kau dengan yang ini?
Kau bernyanyi, kau ku marahi

Masih ingatkah kau dengan yang ini?
Bataduah mananti ujan, sambia bakodak salayang

Masih ingatkah kau dengan yang ini?
Terowongan cinta
Entah siapa penciptanya
Kau kepanasan, lalu kau ambil sajadah untuk penutup badan

Masih ingatkah kau dengan yang ini?
Perjalanan jauh pertama yang kita jalani
Bermodal nekat dan berani
Mencoba menjelajahi sisi
Juga sebagai pemenuhan janji

Masih ingatkah kau dengan yang ini?
Perjalanan jauh kau tempuh hanya untuk menonton musikal Laskar Pelangi
Kau buktikan dengan tak cukup sekali menikmati ini
Kau abaikan rayuan berbagai permainan yang menguji nyali
Pandangan miring orang tak kau ambil peduli

Masih ingatkah kau dengan yang ini?
Sebelum membeli lemari, kita singgah ke Rabbani.

Masih ingatkah kau dengan yang ini?
Ahh, tak perlu kiranya aku ceritakan. Pasti kau masih ingat bagaimana rasanya duduk berimpitan di penurunan.


10 tahun dari sekarang, setidaknya kita punya cerita untuk anak-anak kita ..

Minggu, 03 November 2013

Untukmu teman

Untuk seorang teman yang sedang sibuk dengan segala urusan barunya di kampus, semoga dapat menjalankan amanah ini dengan baik. Terimakasih atas lentera yang kau berikan dan jalan yang kau tunjukkan. Semoga kita tetap bisa menjaga tali ukhuwah ini. Aamiin..

Di sini kita pernah bertemu
Mencari warna seindah pelangi
Ketika kau menghulurkan tanganmu
Membawaku ke daerah yang baru

Kini dengarkanlah
Dendangan lagu tanda ikatanku
Kepadamu teman
Agar ikatan ukhuwah kan
Bersimpul padu

Kenangan bersamamu
Takkan ku lupa
Walau badai datang melanda
Walau bercerai jasad dan nyawa

Mengapa kita ditemukan
Dan akhirnya kita dipisahkan
Mungkinkah menguji kesetiaan
Kejujuran dan kemanisan iman
Tuhan berikan daku kekuatan

Mungkinkah kita terlupa
Tuhan ada janjinya
Bertemu berpisah kita
Ada rahmat dan kasihnya
Andai ini ujian
Terangilah kamar kesabaran
Pergilah derita hadirlah cahaya

-Brother-